Beberapa saat sebelum memasuki kota Sawahlunto, mobil
berbelok ke kanan di suatu titik menyimpang dari jalan utama, melewati jembatan
Batang Ombilin, dan mampir terlebih dahulu ke kawasan Danau Kandi. Danau Kandi
merupakan danau yang terbentuk dari lubang-lubang besar bekas galian tambang,
dan kemudian melebar setelah jebolnya tanggul penahan aliran Sungai Ombilin.
Kami sempat naik terlebih dahulu ke puncak bukit dimana
terdapat area pacuan kuda yang cukup luas (GPS -0.61463, 100.74861). Persiapan
tengah dilakukan saat itu bagi perlombaan pacuan kuda yang akan diselenggarakan
keesokan harinya. Lantaran tidak menemukan titik yang baik untuk melihat
pemandangan, kami pun turun lagi menuju tepian Danau Kandi, dan mencari celah
untuk sampai ke tepiannya.
Sungai (Batang) Ombilin di sekitar Danau Kandi yang cukup
lebar namun sepertinya tidak terlalu dalam, diambil dari tengah-tengah jembatan
(GPS -0.61521, 100.76040). Beberapa orang tampak tengah mandi di tepian sungai
yang dangkal.
Dengan lensa tele, di belakang sekelompok orang yang tengah
mandi itu tampak lereng bukit telanjang yang dikuliti untuk diambil bijih
tambangnya, dengan lubang-lubang galian di bawahnya yang kini menjadi tandon
air Danau Kandi.
Sawahlunto memang merupakan kota tambang. Cadangan batubara
di kota ini ditemukan pada pertengahan abad ke-19 oleh Ir. de Greve, dan sejak
1 Desember 1888 pemerintah kolonial Belanda mulai menanam uang untuk membangun
berbagai fasilitas guna mengeruk batubara di wilayah ini. Tanggal itu kemudian
dijadikan sebagai hari jadi Kota Sawahlunto.
Sebuah celah di tepian jalan yang memperlihatkan dermaga
kecil Danau Kandi, yang sayangnya tidak kami temukan aksesnya menuju ke tempat
itu.
Pencarian akses Danau Kandi membuat kami menemukan sebuah
kolam pemancingan di tepian Sungai Ombilin dengan latar barisan pohon nyiur
memagari sawah hijau subur dan perbukitan hijau biru yang rimbun.
Akhirnya kami menemukan akses menuju ke tepian Danau Kandi,
yang turun menikung tajam dari jalan utama pada GPS -0.61580, 100.75930.
Entah kehidupan macam apa yang berlangsung setiap hari di
Danau Kandi ini, pada suatu kurun waktu di masa silam, ketika puluhan atau
bahkan ratusan orang bekerja tanpa henti berlomba mengupas kulit bumi yang
tadinya hijau rimbun dan mengangkutnya ke tempat-tempat pengolahan. Harta
adalah berkah dan petaka.
Tidak terlihat ada kegiatan manusia di Danau Kandi pada sore
itu, yang ada hanyalah keheningan. Mungkin hanya pada hari-hari tertentu orang
datang untuk memancing, atau sekadar menikmati suasana.
Sebuah sampan kecil panjang yang tersandar kesepian di
tepian Danau Kandi. Tampaknya akan cukup menyenangkan untuk duduk di atas
sampan itu, dan berkeliling menikmati suasana dan pemandangan di seputar Danau
Kandi.
Sayang, beberapa waktu lalu sempat terbaca kabar bahwa
pemerintah setempat berencana untuk menimbun Danau Kandi karena dianggap tidak
cukup berhasil untuk menarik wisatawan. Entah bagian bumi mana lagi yang akan
dikupas untuk menimbun kawasan ini. Semoga saja ada rencana yang lebih baik
untuk mengembangkan kawasan ini, selain dengan cara menimbunnya itu.
0 comments:
Post a Comment
Ayo Berikan Komentar Kamu tentang Objek Wisata diatas, Apakah Kamu Tertarik untuk mengunjungi lokasi wisata tersebut?